BONE–Di tengah dinamika politik yang berhembus di gedung parlemen Kabupaten Bone, nama Bahtiar Malla muncul sebagai sosok yang memegang peran penting. Legislator senior dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini kini menempati posisi strategis sebagai Ketua Badan Kehormatan (BK) DPRD Bone — lembaga internal yang bertugas menjaga marwah dan etika anggota dewan.
Isu mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinonong, kini menjadi perhatian publik. Surat mosi yang disebut telah masuk ke meja pimpinan dewan pada Senin, 13 Oktober, menjadi ujian serius bagi mekanisme kelembagaan DPRD. Dalam suasana penuh kehati-hatian, Bahtiar menegaskan bahwa pihaknya siap menjalankan tugas sesuai aturan main.
“Saya sebagai Ketua BK sejauh ini belum bisa memberikan hal-hal yang lebih jauh, karena aduan itu pertama ditujukan ke pimpinan DPRD untuk kemudian dieksposisi ke BK. Sampai sekarang BK belum menerima surat itu,” ujar Bahtiar tenang.
Namun, ketegasan tetap ia tunjukkan. Berdasarkan mekanisme, BK dapat mengambil langkah apabila dalam waktu tujuh hari pimpinan belum menindaklanjuti surat tersebut.
“Dalam jangka waktu tujuh hari setelah surat itu ditujukan kepada pimpinan, manakala pimpinan tidak menandatangani, maka BK sudah bisa bertindak,” tegasnya.
Meski situasi tampak menghangat, Bahtiar menepis anggapan bahwa hubungan antaranggota dewan sedang retak. Menurutnya, komunikasi antara Ketua DPRD dan para legislator masih berjalan baik, terutama dalam kegiatan kedewanan.
“Kalau untuk komunikasi saya kira aman-aman saja. Dalam kegiatan kedewanan, Ibu Ketua dengan anggota DPRD selalu bersama-sama. Fungsi dan tujuan DPRD Bone tetap berjalan normal,” ungkapnya.
Sebagai politisi yang telah tiga periode duduk di kursi DPRD Bone, Bahtiar mengaku baru kali ini BK menerima aduan tertulis terhadap pimpinan dewan. Situasi ini menurutnya menjadi catatan sejarah tersendiri dalam dinamika lembaga legislatif Bone.
“Saya sudah tiga periode di DPRD. Periode pertama dan kedua saya di BK, dan di periode ketiga ini dipercaya menjadi Ketua BK. Baru kali ini memang secara administrasi ada pihak yang mengadu secara tertulis,” tuturnya reflektif.
Namun, Bahtiar juga mengingatkan bahwa BK tetap memiliki kewenangan untuk memproses dugaan pelanggaran etika tanpa menunggu adanya aduan resmi.
“Kalau pelanggaran etika, tanpa aduan pun bisa kami proses melalui pendekatan. Tapi kalau pengaduan tertulis, baru kali ini,” katanya menegaskan.
Yang menarik, Bahtiar sendiri tercatat ikut menandatangani mosi tidak percaya terhadap Ketua DPRD Bone. Langkah yang menimbulkan beragam tafsir di kalangan publik, namun ia menilai tindakannya tidak menyalahi aturan karena dilakukan dalam kapasitas sebagai anggota dewan, bukan sebagai Ketua BK.
“Saya juga ikut bertandatangan di mosi tidak percaya dan merupakan bagian dari BK. Saya kira tidak salah langkah. Sebagai anggota DPRD, saya sependapat dan sepaham dengan isi tuntutannya. Tapi dalam proses perjalanan nanti, saya selaku Ketua BK harus bersikap arif dan bijaksana,” ucapnya mantap.
Sikap Bahtiar mencerminkan keseimbangan antara tanggung jawab moral dan etika politik. Di satu sisi, ia mengapresiasi aspirasi rekan-rekannya sesama anggota dewan, namun di sisi lain, ia juga menjaga integritas lembaga yang dipimpinnya agar tetap bekerja dalam koridor aturan.
Dalam pusaran dinamika politik Bone, sosok Bahtiar Malla tampak memilih jalan tengah — tegas dalam prinsip, namun tenang dalam tindakan. Ia tahu, menjaga kehormatan lembaga legislatif bukan hanya soal prosedur, tetapi juga soal kebijaksanaan dalam menghadapi badai. (*)
Tinggalkan Balasan