BONE–Project Budaya Bone Vol. IV kembali mencatat kesuksesan dengan menggelar kegiatan bertajuk Rekko’ Ota: Lokakarya Membangun Ekosistem Moderasi Beragama Melalui Inovasi Sosial dan Teknologi. Acara ini berlangsung di Gedung Guru Kabupaten Bone, Jl. Jend. Ahmad Yani, Kelurahan Macanang, Kecamatan Tanete Riattang Barat, dan dihadiri oleh berbagai lapisan masyarakat yang antusias terhadap upaya merawat keberagaman Kamis, 05 Desember 2024.

Acara ini dibuka secara resmi oleh Kepala Kementerian Agama Kabupaten Bone yang diwakili oleh Kasi PD Pontren, Salahuddin Siata. Dalam sambutannya, Salahuddin menyampaikan apresiasi mendalam terhadap inisiatif Project Budaya Bone dalam menyelenggarakan kegiatan yang dianggap strategis ini. “Kegiatan yang mengumpulkan masyarakat dari berbagai latar belakang dalam satu ruang temu dan diskusi adalah hal yang langka di Bone. Saya mewakili Kepala Kemenag Bone sangat mengapresiasi langkah cerdas ini, terlebih tema yang diangkat sejalan dengan pilar Moderasi Beragama serta mengakomodir nilai-nilai kearifan lokal,” ungkapnya.

Andi Geerhand, penanggung jawab kegiatan sekaligus pengurus Yayasan Pawero Tama Kreatif, memaparkan tujuan strategis di balik pelaksanaan lokakarya ini. “Kegiatan ini berangkat dari kebutuhan masyarakat akan ruang dialog yang sehat untuk saling memahami dan memperkuat moderasi beragama. Kami ingin membangun ekosistem yang tidak hanya menyentuh tataran ide, tetapi juga mampu diterapkan secara nyata melalui inovasi sosial dan teknologi,” jelas Geerhand. Ia menambahkan bahwa lokakarya ini adalah salah satu cara untuk memastikan moderasi beragama tidak hanya menjadi konsep, melainkan diterjemahkan dalam tindakan konkret yang merawat keragaman.

Lokakarya ini juga dirancang untuk memberikan dampak berkelanjutan bagi para peserta. Setelah acara utama, mereka yang terpilih akan mendapatkan pendampingan khusus untuk menghasilkan karya tulis dan karya visual, sebagai upaya memperkuat pesan moderasi beragama yang telah dibahas selama kegiatan.

Lokakarya ini menghadirkan dua narasumber ternama, yakni Dr. Syawal Hanif, M.H., M.Phil., Ketua Moderasi Beragama IAIN Bone, dan Mujibur Rahman, M.H., dosen Universitas Negeri Manado. Diskusi dipandu oleh moderator Dr. Maria Herlinda Dos Santos, M.Pd., dan berlangsung dengan penuh antusiasme.

Dalam sesi pertama, Dr. Syawal Hanif menjelaskan pentingnya moderasi beragama sebagai jembatan untuk membangun harmoni di tengah perbedaan. Ia menekankan empat pilar moderasi beragama yang meliputi komitmen kebangsaan, anti kekerasan, toleransi, dan pengakomodasian nilai budaya lokal. “Moderasi beragama adalah kunci untuk menciptakan masyarakat yang harmonis di tengah keberagaman. Ini bukan sekadar konsep, tetapi fondasi untuk kehidupan bersama yang damai,” ujarnya.

Sementara itu, Mujibur Rahman mengungkapkan pentingnya menemukan titik temu antara budaya dan agama sebagai upaya memperkuat moderasi beragama. Ia menyebutkan bahwa budaya mencerminkan identitas dan kearifan lokal masyarakat, sedangkan agama memberikan panduan moral dan spiritual. “Ketika budaya dan agama diselaraskan, keduanya menciptakan ruang harmoni yang kokoh di tengah keberagaman,” jelas Mujibur. Ia juga menambahkan bahwa tradisi lokal seperti rekko’ ota, yang mengedepankan dialog, dapat menjadi sarana efektif untuk menyampaikan nilai-nilai agama dengan cara yang inklusif dan relevan.

Diskusi yang berlangsung interaktif diwarnai oleh banyak pertanyaan dari peserta yang berasal dari berbagai latar belakang komunitas masyarakat dan keagamaan. Beberapa peserta juga membagikan pengalaman pribadi mereka dalam menjaga moderasi beragama di komunitas masing-masing, menjadikan lokakarya ini sebagai ruang kolaborasi yang kaya akan ide.

Lokakarya ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga menelurkan berbagai gagasan baru untuk memperkuat moderasi beragama. Dengan adanya program tindak lanjut berupa pendampingan karya tulis dan visual, Project Budaya Bone kembali menunjukkan komitmennya untuk merawat keberagaman melalui pendekatan yang kreatif dan inklusif.

“Harapan kami, kegiatan seperti ini dapat terus dilaksanakan untuk mewujudkan masyarakat Bone yang harmonis, saling menghargai, dan berdampingan dalam damai,” tutup Andi Geerhand. Proyek ini sekali lagi membuktikan bahwa inovasi sosial dan teknologi dapat menjadi alat yang ampuh untuk merawat keberagaman di tengah masyarakat modern. (*)