Generasi milenial kini menjadi tulang punggung produktivitas bangsa. Dalam waktu singkat, mereka akan menggantikan posisi-posisi penting dalam sektor pemerintahan, bisnis, dan komunitas. Sebut saja, Daniel Noboa menjadi presiden termuda pada usia 35 tahun di negara Equador dan Gabriel Boric mantan pemimpin demonstran, terpilih sebagai presiden termuda di negara Chili pada usia 35 tahun. Di Indonesia pun begitu, pemimpin nasional sudah banyak yang berpindah ke generasi milenial. Artinya telah terjadi transformasi yang luar biasa dalam kepemimpinan. Nah, untuk menghadapi tantangan ini, membangun mental pemimpin yang tangguh, cerdas, dan etis sejak dini sangat diperlukan. Salah satu fondasi utama dalam pembentukan karakter pemimpin milenial adalah literasi positif. Proses ini tidaklah cepat seperti membalikkan telapak tangan, sebagaiman kata Heraclitus bahwa karakter yang baik tidak terbentuk dalam seminggu atau sebulan. Itu dibuat sedikit demi sedikit, hari demi hari. Diperlukan upaya yang berlarut-larut dan sabar untuk mengembangkan karakter yang baik.

Pentingnya Literasi Positif bagi Pemimpin Milenial

Literasi bukan hanya sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan pemahaman, penalaran kritis, dan kecakapan untuk menyaring informasi. Di era digital, akses terhadap informasi memang semakin mudah, tetapi risiko menerima informasi yang keliru juga meningkat. Di sinilah literasi positif berperan besar. Literasi positif mengajarkan generasi muda untuk tidak hanya mengonsumsi informasi, tetapi juga memilah dan menyaring informasi yang membangun dan menambah wawasan. Ahli pendidikan seperti Vygotsky menekankan bahwa literasi membantu meningkatkan perkembangan kognitif seseorang. Literasi memungkinkan individu untuk memahami informasi secara mendalam, mengasah kemampuan berpikir kritis, dan mengembangkan kemampuan analitis. Semakin tinggi tingkat literasi seseorang, semakin baik pula ia dalam memahami dan mengolah informasi kompleks.

Tidak hanya itu, melalui literasi positif, pemimpin milenial akan lebih selektif terhadap informasi yang diterima dan diproduksi. Mereka akan menjadi teladan dalam menggunakan media sosial secara bertanggung jawab, menyebarkan konten inspiratif, dan berdiskusi dengan kepala dingin. Ini semua merupakan langkah awal membangun mental pemimpin yang tidak hanya cakap, tetapi juga berintegritas.

 

Membangun Kemampuan Berpikir Kritis dan Etis

Pemimpin milenial yang tangguh harus memiliki kemampuan berpikir kritis. Literasi positif mengajak mereka untuk bertanya, mengkritisi, dan tidak langsung percaya pada segala informasi yang diterima. Pemimpin yang kritis akan mampu melihat masalah dari berbagai sudut pandang dan menemukan solusi yang tepat. Selain itu, literasi positif juga mengasah kepekaan etis pemimpin. Dengan terus mengonsumsi informasi yang membangun, mereka belajar bahwa menjadi seorang pemimpin bukan sekadar memimpin, tetapi juga melayani dan memberi contoh yang baik. Menurut ahli pendidikan seperti Ken Robinson, literasi yang baik bisa mendorong generasi muda untuk berpikir out of the box dan berinovasi.

Literasi Digital sebagai Modal Kompetitif

Tantangan dunia digital saat ini begitu banyak. Hampi-hampir kecepatan kemajuan dunia digital tidak bisa dibendung lagi. Ternyata kehadirannya berdampak banyak, diantaranya ancaman keamanan siber, perlindungan data pribadi, dan berita palsu dan disinformasi. Di era ini, pemimpin milenial harus melek teknologi. Namun, menguasai teknologi saja tidak cukup tanpa literasi digital yang kuat. Literasi digital adalah kemampuan untuk memahami cara kerja teknologi dan menggunakannya dengan bijak. Literasi digital mengajarkan pemimpin untuk tidak terjebak dalam tren-tren negatif, tetapi memanfaatkan media sosial, platform digital, dan teknologi untuk mencapai tujuan positif.

Seorang pemimpin milenial yang cakap dalam literasi digital akan lebih siap menghadapi tantangan global, berkolaborasi dengan tim dari berbagai negara, dan bahkan memperjuangkan kepentingan masyarakat luas di panggung internasional.

Peran Pendidikan dalam Membentuk Pemimpin Milenial Berliterasi Positif

Pendidikan memiliki peran besar dalam membentuk literasi positif generasi milenial. Institusi pendidikan harus terus beradaptasi, tidak hanya menyediakan bahan ajar, tetapi juga mengajarkan cara berpikir kritis dan bertanggung jawab di dunia maya. Kurikulum yang memasukkan literasi digital, literasi media, dan kemampuan berpikir kritis dapat memberikan bekal yang lebih memadai bagi calon-calon pemimpin milenial.

Selain itu, pelatihan keterampilan sosial dan empati juga penting. Pemimpin tidak hanya bertugas mengambil keputusan, tetapi juga memimpin dengan hati. Program literasi yang berbasis pada pembentukan karakter akan mendukung para pemimpin milenial untuk tumbuh menjadi pribadi yang peduli, bijaksana, dan adil. Seperti yang ditegaskan Martin Luther King, Jr. bahwa fungsi pendidikan adalah mengajar seseorang untuk berpikir intensif dan berpikir kritis. Kecerdasan plus karakter itulah tujuan pendidikan sejati.

Literasi Positif sebagai Investasi Masa Depan

Mengapa kita harus menanamkan literasi positif sejak dini? Jawabannya adalah karena literasi positif adalah investasi jangka panjang. Pemimpin yang lahir dari budaya literasi positif akan lebih siap untuk menghadapi kompleksitas zaman, menjadi agen perubahan, dan menghadirkan inovasi yang bermanfaat. Mereka akan menjadi panutan bagi generasi selanjutnya dan membawa perubahan yang lebih baik bagi bangsa dan dunia.

Menjadi pemimpin milenial yang tangguh dan berintegritas adalah perjalanan yang membutuhkan waktu dan ketekunan. Literasi positif menjadi modal penting yang membantu mereka membangun jati diri dan kepribadian yang kokoh, sekaligus memberikan dampak baik pada lingkungan sekitarnya. Dengan literasi positif, kita dapat menyiapkan pemimpin masa depan yang tidak hanya unggul secara akademis tetapi juga bijak dalam berpikir, kritis dalam menilai, serta berani mengambil langkah demi kebaikan bersama. Peter Drucker, seorang ahli manajemen, menyoroti pentingnya komunikasi yang jelas dalam kepemimpinan. Literasi memainkan peran sentral dalam kemampuan menyampaikan ide dengan jelas dan persuasif, baik secara lisan maupun tertulis. Pemimpin yang literat mampu merumuskan dan mengomunikasikan visi dan strategi yang efektif, yang penting untuk memotivasi tim dan mencapai tujuan bersama.

Membangun mental pemimpin milenial dengan literasi positif bukan hanya tugas generasi muda, tetapi tanggung jawab kita bersama. (SAZ).