BONE — Suasana sakral menyelimuti Tribun Lapangan Merdeka Watampone, Rabu, (29/10/2025). Bunyi gendrang dan tabuhan gong menggema di udara saat Bupati Bone H. Andi Asman Sulaiman, S.Sos. bersama Wakil Bupati Dr. H. Andi Akmal Pasluddin, MM memasuki arena prosesi adat Cemme Passili, tradisi tua masyarakat Bone yang kembali dihidupkan melalui Festival Bone Riolo.
Kegiatan yang digagas Dinas Kebudayaan Kabupaten Bone bekerja sama dengan Kerukunan Keluarga Wija Arumpone (KKWA) ini dimulai sejak pukul 07.00 WITA dengan prosesi Maddduppa, yakni penjemputan resmi Bupati Bone dan Ketua KKWA A. Bau Zaldi Datu Appo Mappanyukki. Usai itu, air dari empat sumur kerajaan dibawa menuju lokasi acara sebagai simbol penyatuan unsur kehidupan dan doa keselamatan bagi rakyat Bone.
Sekitar pukul 08.01 WITA, acara dibuka resmi oleh pembawa acara. Disusul prosesi Mattoana dan Mappaota, sebelum akhirnya tiba pada puncak ritual Cemme Passili penyiraman air suci kepada Bupati Bone dan Ketua KKWA yang dipimpin langsung para Bissu, penjaga nilai-nilai spiritual dan adat Bugis klasik.
“Bone kaya akan budaya, dan tugas kita semua untuk menjaga serta melestarikannya. Saya berharap prosesi Cemme Passili ini dapat menjadi agenda tahunan Kabupaten Bone,” ujar Bupati Andi Asman.
Ia menegaskan, kekuatan Bone tidak hanya terletak pada sumber daya alam, tetapi juga pada kekayaan budaya dan kearifan lokal yang menjadi jati diri masyarakat Arung Palakka.
Kepala Dinas Kebudayaan, Andi Murni, menyampaikan bahwa kegiatan ini terlaksana atas sinergi dengan KKWA sebagai bentuk nyata pelestarian nilai-nilai budaya. “Ini bukan sekadar seremoni, tetapi bentuk penghormatan kepada warisan leluhur yang telah menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta,” ujarnya.
Sekitar pukul 08.31 WITA, prosesi simbolik Cemme Passili berlangsung khidmat. Para Bissu meneteskan air suci ke kepala Bupati Bone dan Ketua KKWA, diiringi lantunan doa dan musik tradisional yang menambah suasana magis. Tak lama kemudian, ratusan peserta mengikuti siraman massal sebagai simbol penyucian diri yang berlangsung hingga pukul 10.00 WITA.
Tradisi Cemme Passili memiliki akar panjang di Desa Ulo, Kecamatan Tellu Siattinge, Kabupaten Bone. Dikisahkan, pada masa lampau wilayah itu pernah dilanda kemarau panjang. Tanah mengering, ternak mati, dan masyarakat mengalami paceklik hebat. Hingga seorang tetua mendengar bisikan agar masyarakat melakukan ritual “Mappasili Wanua” atau pembersihan kampung dengan suguhan “Beppa Pitu”—kue merah berbentuk bulat berjumlah tujuh buah—dan menyembelih hewan ternak, yang kala itu satu-satunya adalah kuda.
Sejak itulah, setiap pelaksanaan Cemme Passili di Ulo selalu diawali dengan penyembelihan kuda, pembersihan sungai, dan diakhiri dengan mandi massal di Sungai Watang Ulo sebagai simbol tolak bala dan doa keselamatan. Ritual ini diyakini mampu menghadirkan hujan dan hasil panen yang melimpah, serta menjadi bentuk penyesalan manusia atas dosa-dosanya.
Ketua KKWA, A. Bau Zaldi Datu Appo Mappanyukki, dalam sambutannya menekankan pentingnya menjaga ekosistem budaya.
“Merawat tradisi bukan hanya slogan. Ini tentang menjaga nilai-nilai luhur dan jati diri kita sebagai Wija Arumpone,” ujarnya.
Cemme Passili, yang secara harfiah berarti “mandi penyucian”, menjadi lambang spiritual bagi masyarakat Bone bahwa kesejahteraan lahir dan batin hanya dapat diraih melalui keseimbangan antara manusia, alam, dan nilai-nilai adat.
Melalui momentum Festival Bone Riolo ini, Pemerintah Kabupaten Bone berkomitmen menjadikan ritual adat tersebut bukan sekadar tontonan budaya, tetapi media edukasi dan pelestarian warisan leluhur bagi generasi muda.
Di bawah siraman air suci pagi itu, tersirat pesan mendalam: bahwa Bone bukan hanya tanah bersejarah, tetapi juga pusat peradaban yang hidup dalam tradisi dan doa masyarakatnya. (*)



Tinggalkan Balasan