BONE–Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Bone, Senin sore (20/10/2025), yang semula dijadwalkan membahas penyempurnaan hasil evaluasi Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD-P) Tahun Anggaran 2025, mendadak berubah tegang.
Suasana ruang rapat utama di Gedung DPRD Bone yang biasanya penuh dengan diskusi terukur, kali ini dipenuhi nada-nada tinggi dan ekspresi kecewa.

Ketua DPRD Bone, Andi Tenri Walinonong, SH, yang memimpin rapat tersebut, tampak berusaha menahan emosi ketika menyoroti kinerja Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Ia menilai tim tersebut terlalu sepihak dalam mengambil keputusan tanpa mempertimbangkan hasil pembahasan bersama Banggar.

“Kenapa saya tidak pernah hadir di dua rapat Banggar sebelumnya? Karena semaunya saja TAPD. Asal bapak senang. Tidak seperti itu caranya, Pak. Dengarkan juga kami yang ada di Banggar ini,” ujarnya dengan nada kecewa.

Menurut Andi Tenri, semangat kebersamaan antara legislatif dan eksekutif seharusnya menjadi ruh dalam pembahasan APBD, bukan sekadar formalitas yang diakhiri dengan penandatanganan.

“Keputusan rapat ini harusnya menjadi komitmen bersama. Jangan Banggar ini hanya jadi seremoni. Kami datang bukan hanya duduk saja, tapi meluangkan waktu untuk bertukar pendapat. Tapi yang kami sampaikan sering tidak didengar pemerintah daerah,” tambahnya.

Menanggapi kritik tersebut, Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) Kabupaten Bone, Andi Saharuddin, dengan tenang menjelaskan bahwa dinamika semacam itu merupakan hal yang lumrah dalam proses penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda APBD-P.

“Ini dinamika yang lazim terjadi, tapi kami di pemerintahan daerah dan tim TAPD telah mengakomodir permintaan provinsi, yakni melakukan sinkronisasi,” jelasnya.

Ia menyebut, langkah tersebut diambil sebagai tindak lanjut dari arahan Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Provinsi Sulawesi Selatan. Pemerintah daerah pun melakukan sinkronisasi dan penyesuaian target pendapatan daerah, termasuk bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait.

“Yang mampu menjustifikasi itu dikembalikan kepada OPD masing-masing. Mereka yang paling tahu potensi dan langkah-langkah yang akan dilakukan,” ujarnya.

Sebagai contoh, Andi Saharuddin menyinggung Dinas Perdagangan, yang meski mengalami pengurangan target di satu sisi, tetap menunjukkan optimisme melalui kenaikan di sektor lain yang dianggap masih realistis.

“Contohnya di Dinas Perdagangan, ada pengurangan tapi juga ada kenaikan karena dikhawatirkan akan menjadi catatan Provinsi. Tapi kami kembalikan ke OPD-nya, karena mereka yang tahu kemampuan mereka sendiri.”

Dalam pemaparan lanjutan, Andi Saharuddin mengungkapkan bahwa setelah dilakukan penyesuaian, terdapat penurunan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar Rp20 miliar. Namun, ia menegaskan pemerintah daerah tetap optimistis target tersebut bisa dicapai bahkan dilampaui.

“Kami berharap pemangku PAD bisa memaksimalkan bahkan melampaui target yang sudah ditetapkan. Karena yang membuat justifikasi itu mereka sendiri, dan berhasil atau tidaknya tentu mereka yang akan merasakannya.”

Sementara itu, sebagian anggota DPRD menolak penurunan target tersebut dan meminta agar angka PAD dikembalikan ke posisi Rp340 miliar seperti dalam APBD pokok. Mereka beralasan bahwa target lama masih realistis dengan potensi pendapatan yang dimiliki daerah.

Namun, Pj Sekda tetap pada pendiriannya. Ia menjelaskan bahwa realisasi PAD sebelum perubahan telah mencapai 78 persen, sementara setelah penyesuaian menjadi 58 persen, dengan sisa waktu dua bulan menuju akhir tahun anggaran.

“Masih ada waktu dua bulan, dan kami yakin target itu bisa dimaksimalkan,” katanya optimistis.

Di luar ketegangan yang sempat terjadi, dinamika dalam rapat Banggar sore itu menjadi cermin nyata bagaimana hubungan antara legislatif dan eksekutif masih memerlukan ruang komunikasi yang lebih terbuka dan konstruktif.

Rapat penyempurnaan hasil evaluasi Ranperda APBD-P bukan sekadar soal angka dan tabel pendapatan, tetapi juga tentang bagaimana semangat kolaborasi dibangun demi kepentingan masyarakat Bone. (*)