BONE — Di tengah upaya panjang menekan angka perkawinan anak di Indonesia, Kabupaten Bone menjadi salah satu daerah yang terus menunjukkan langkah nyata. Melalui Program Better Sexual and Reproductive Health and Rights for All in Indonesia (BERANI) II, YASMIB Sulawesi bersama UNICEF dan didukung Pemerintah Kanada menghadirkan ruang kolaboratif lintas sektor melalui kegiatan “Lokakarya Kreasi Bersama dengan Komunitas untuk Produk Komunikasi mengenai Dampak Negatif Perkawinan Anak”, yang digelar Kamis, 16 Oktober 2025 di Hotel Novena Watampone.

Lokakarya ini bukan sekadar pertemuan formal, tetapi ruang kreatif yang mempertemukan berbagai pihak—mulai dari pemerintah daerah, lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, hingga komunitas anak dan penyandang disabilitas—untuk duduk bersama, berdialog, dan menciptakan karya yang mencerminkan nilai-nilai lokal dalam mencegah praktik perkawinan usia dini.

Sebanyak 25 peserta dari berbagai instansi hadir, di antaranya Bappeda, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Kementerian Agama, Pengadilan Agama Watampone, hingga perwakilan Forum Anak dan Forum GenRe Kabupaten Bone. Termasuk sejumlah Kepala di Kabupaten Bone juga turut hadir dalam kegiatan itu diantaranya Kepala Desa Welado, Kepala Desa Mallari, Kepala Desa Cumpiga, Kepala Desa Ajjalireng

Kegiatan dibuka oleh Sekretaris Bappeda Kabupaten Bone yang menjadi salah satu narasumber, sementara sesi fasilitasi dipandu oleh Amelia Tristiana (UNICEF) dan Rosniaty Panguriseng (YASMIB Sulawesi). Dalam suasana yang hangat, para peserta diajak untuk berbagi pengalaman nyata terkait praktik perkawinan anak dan mencari cara kreatif untuk menyampaikan pesan pencegahan kepada masyarakat luas.

“Kami ingin produk komunikasi yang dihasilkan tidak hanya informatif, tapi juga menyentuh hati masyarakat Bone. Bahasa dan nilai lokal sangat penting agar pesan tentang bahaya perkawinan anak bisa diterima dan dipahami,” ujar Rosniaty Panguriseng, fasilitator dari YASMIB Sulawesi.

Melalui lokakarya ini, para peserta difasilitasi untuk mengembangkan berbagai prototipe produk komunikasi, seperti poster, video pendek, hingga buku saku. Produk-produk ini diharapkan menjadi media edukatif yang mampu menjangkau berbagai kalangan—anak, remaja, orang tua, guru, tokoh masyarakat, hingga pembuat kebijakan.

“Informasi tentang dampak negatif perkawinan anak tidak boleh berhenti di seminar atau dokumen kebijakan. Ia harus hidup dalam percakapan masyarakat sehari-hari,” kata Amelia Tristiana dari UNICEF, menegaskan pentingnya penyebaran pesan yang sederhana dan kontekstual.

Selain menghasilkan ide-ide kreatif, lokakarya ini juga melahirkan rencana tindak lanjut bersama untuk mengembangkan produk komunikasi ke tahap produksi dan distribusi, agar pesan tentang pencegahan perkawinan anak dapat tersebar secara luas dan berkelanjutan.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), angka perkawinan anak di beberapa daerah Indonesia masih di atas rata-rata nasional. Praktik ini berdampak serius terhadap kehidupan anak, terutama anak perempuan mulai dari risiko putus sekolah, komplikasi kesehatan, kekerasan dalam rumah tangga, hingga keterbatasan ekonomi di masa depan.

Program BERANI II hadir sebagai inisiatif berkelanjutan untuk menjawab persoalan tersebut melalui pendekatan yang lebih partisipatif dan sensitif terhadap konteks lokal. Di Sulawesi Selatan, Bone dan Wajo menjadi dua kabupaten yang menjadi fokus implementasi.

Lebih dari sekadar kegiatan satu hari, lokakarya ini menjadi bagian dari upaya panjang membangun zero child marriage movement di Kabupaten Bone. Dengan menggandeng lintas sektor, YASMIB Sulawesi dan UNICEF berharap pesan yang lahir dari kegiatan ini dapat menjadi inspirasi perubahan sosial yang berkelanjutan.

Dengan semangat “Better Reproductive Health and Rights for All”, inisiatif ini menjadi bukti bahwa kolaborasi yang melibatkan pemerintah, komunitas, dan lembaga internasional dapat menjadi kekuatan besar dalam menciptakan masa depan yang lebih baik bagi anak-anak di Bone dan seluruh Indonesia. (*)