BONE–Bank Indonesia (BI) menggelar program Bank Indonesia Mengajar di Universitas Andi Sudirman (Uniasman) pada Jumat (14/2). Acara yang berlangsung di Aula Serba Guna Kampus Uniasman ini bertujuan untuk meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan di kalangan mahasiswa, terutama terkait stabilitas rupiah dan pencegahan peredaran uang palsu.
Kehadiran perwakilan Bank Indonesia disambut hangat oleh Pembina Yayasan Andi Sudirman, Andi Harni, S.ST., M.H, Rektor Uniasman Dr. H. M. Yasin, MH, Wakil Rektor I Gustika Sandra, SH., MH, Dekan Fakultas Hukum & Politik Dr. Asia, SP., SH., MH, serta Dekan Fakultas Sains & Kesehatan Sumarni, SKM., M.Kes.
Dalam sambutannya, Rektor Uniasman Dr. H. M. Yasin, MH menekankan pentingnya edukasi dari BI, terutama terkait nilai tukar rupiah dan maraknya peredaran uang palsu di Indonesia.
“Saat ini, masyarakat sering bertanya mengapa nilai tukar rupiah kita lebih rendah dibandingkan dengan mata uang negara lain. Ini menjadi salah satu hal yang perlu dipahami lebih dalam oleh mahasiswa,” ujar Dr. Yasin.
Ia juga menyinggung kasus percetakan uang palsu yang baru-baru ini menggemparkan salah satu kampus di Sulawesi Selatan.
“Kita dikejutkan dengan kasus pencetakan uang palsu dalam jumlah miliaran. Ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana pengawasan dari BI bisa kecolongan? Bagaimana kita bisa membedakan uang asli dan palsu?” tambahnya.
Oleh karena itu, Dr. Yasin menilai bahwa kehadiran BI di lingkungan akademik sangatlah penting. Edukasi ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang sistem keuangan, kebijakan moneter, dan strategi BI dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Program Bank Indonesia Mengajar ini diisi dengan sesi diskusi interaktif antara mahasiswa dan perwakilan BI. Mahasiswa diajak memahami faktor-faktor yang memengaruhi nilai tukar rupiah, kebijakan moneter, serta ciri-ciri uang asli agar terhindar dari peredaran uang palsu. Bahkan mahasiswa diberikan berbagai doorprize dari BI sampai dengan hadiah tablet dan uang tunai.
Yang menarik dari kegiatan ini BI menghadirkan dua narasumber ahli, yaitu Usman, Plt. Kepala Seksi Tim Pengelola Uang Rupiah, dan Satriani Oktavia, Asisten Ahli Tim Implementasi Kebijakan Sistem Pembayaran dan Pengawasan Sistem Pembayaran.
Dalam pemaparannya, Usman menjelaskan bahwa pengelolaan Rupiah melewati enam tahapan utama, yaitu perencanaan, pencetakan, pengeluaran, pengedaran, pencabutan & penarikan, serta pemusnahan. Uang yang sudah tidak layak edar akan dimusnahkan menggunakan mesin khusus, termasuk uang logam yang memiliki prosedur tersendiri dalam penghancurannya.
Tak hanya itu, Usman juga mengajarkan teknik dasar untuk mengenali uang asli dan uang palsu. Ia menekankan metode 3D: Dilihat, Diraba, dan Diterawang. Dengan metode ini, masyarakat dapat memastikan keaslian uang yang mereka miliki, sehingga terhindar dari peredaran uang palsu yang dapat merugikan.
“Penting bagi masyarakat untuk memahami ciri-ciri uang asli, agar tidak tertipu oleh uang palsu yang mungkin beredar. Teknik melihat, meraba, dan menerawang harus menjadi kebiasaan setiap kali menerima uang,” jelas Usman.
Sementara itu, Satriani Oktavia memaparkan mengenai digitalisasi sistem pembayaran yang semakin berkembang pesat di Indonesia. Salah satu inovasi yang diperkenalkan adalah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), sebuah sistem pembayaran digital yang mempermudah transaksi tanpa adanya potongan biaya tambahan.
Namun, di balik kemudahan digitalisasi, terdapat ancaman keamanan data yang perlu diwaspadai. Satriani mengungkap bahwa banyak nasabah menjadi korban peretasan melalui berbagai modus, seperti situs undangan APK yang menyebarkan malware untuk mencuri data pribadi dan menguras saldo rekening.
“Jika menerima pesan mencurigakan atau undangan dalam bentuk APK, segera matikan jaringan data sebelum menghapus dan memblokirnya. Selain itu, hindari melakukan transaksi di jaringan umum untuk mencegah peretasan,” ungkapnya.
Melalui edukasi ini, mahasiswa dan dosen diharapkan lebih memahami pentingnya mengenali keaslian Rupiah serta menjaga keamanan dalam bertransaksi digital. Dengan begitu, masyarakat dapat terhindar dari risiko kejahatan siber sekaligus menikmati kemudahan dalam sistem pembayaran digital.
Sementara itu, Ibu Pembina Yayasan Kampus Universitas Andi Sudirman, Andi Harni, S.ST., MH, mengapresiasi program Bank Indonesia Mengajar yang hadir di kampus. Menurutnya, kehadiran program ini sangat bermanfaat bagi dosen dan mahasiswa dalam memahami keaslian uang rupiah, terutama di tengah maraknya peredaran uang palsu.
“Program ini membuka cakrawala dosen maupun mahasiswa tentang bagaimana mengenali uang asli secara langsung. Mereka diajarkan cara melihat, meraba, serta menerawang uang rupiah agar bisa membedakan mana yang asli dan mana yang palsu,” ujar Andi Harni.
Tak hanya itu, dalam sesi edukasi, Bank Indonesia juga membekali mahasiswa dan dosen dengan wawasan tentang digitalisasi sistem pembayaran di Indonesia. Salah satu yang diperkenalkan adalah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), sistem pembayaran digital yang semakin banyak digunakan dalam transaksi sehari-hari.
Lebih lanjut, BI juga memberikan pemahaman tentang bahaya situs-situs yang berpotensi merugikan masyarakat, termasuk modus penipuan melalui pesan WhatsApp yang mengandung file berformat APK. Para peserta diajarkan cara menghindari serangan peretas yang dapat mencuri data dan mengakibatkan kehilangan uang di rekening.
Andi Harni berharap program seperti ini dapat terus berlanjut di masa mendatang. “Semoga kegiatan ini dapat dilakukan secara berkelanjutan, agar semakin banyak mahasiswa yang mendapatkan edukasi dan terhindar dari risiko keuangan yang tidak diinginkan,” harapnya.
Program Bank Indonesia Mengajar di Universitas Andi Sudirman menjadi langkah nyata dalam meningkatkan literasi keuangan digital bagi civitas akademika. Dengan adanya program ini, mahasiswa diharapkan lebih siap menghadapi tantangan di era digital yang semakin berkembang pesat. (*)
Tinggalkan Balasan